TRIPTRUS - Provinsi Gorontalo memiliki Hutan Nantu yang merupakan rimba kaya raya akan keragaman flora dan fauna endemik. Pohon-pohon besar di Hutan Nantu berdiri tinggi seakan-akan sedang mencoba menggapai awan di langit biru di atas hutan itu. Pohon-pohon Rao (Dracontomelon dao) raksasa tumbuh berdekatan di antara pohon-pohon lainnya.
Hutan Nantu terletak di dalam daerah garis Wallacea. Garis Wallacea adalah garis yang ditetapkan oleh ilmuwan Inggris Alfred Russel Walace dalam bukunya The Malay Archipelago pada tahun 1869 sebagai garis imajiner berupa zona transisi margasatwa antara Asia dan Australasia bercampur menjadi binatang yang hanya ditemukan di tempat ini. Di dalam zona ini, fauna dari Asia dan Asia Luas Suaka Margasatwa Nantu mencapai 31,215 ribu hektar di tepi sungai Paguyaman dan Boliyohuto.
Hutan Nantu menjadi habitat endemik bagi mamalia seperti anoa (Bubbalus depresicornis), babi rusa (Babyrousa Babirussa), primata kecil bernama tarsius (Tarsius Spectrum), dan 35 spesies burung endemik lainnya. Babi rusa dengan tanduknya yang melengkung adalah salah satu ikon Hutan Nantu. Untuk melihat Babi rusa di Nantu, tempat terbaik adalah sebuah kolam air asin bernama Kubangan Adudu. Di Adudu, hampir tiap hari dapat terlihat Babi rusa minum dan memakan lumpur kubangan itu.
Menurut ilmuwan Lynn Marion Clayton yang meneliti Babi rusa, kandungan mineral yang terdapat di dalam air dan lumpur itu untuk menawarkan racun buah Pangi, atau yang lebih dikenal dengan nama keluak (Pangium edule). Clayton mulai meneliti Babi rusa pada tahun 1986, dengan membantu Dr. Anthony J. Whitten membuat buku The Ecology of Sulawesi. Lalu di tahun 1989, Clayton mendapatkan informasi mengenai kubangan Adudu dari seorang fotografer berkebangsaan Prancis saat mencari tempat untuk mengamati Babi rusa. Lynn Clayton pula yang pada tahun 1990 mendirikan Yayasan Adudu Nantu International (YANI), sebuah yayasan pelestarian lingkungan. YANI didirikan oleh Clayton untuk menjaga pelestarian Babi rusa dan Hutan Nantu. Kini sudah lebih dari 20 tahun Lynn Clayton meneliti dan menjaga kelestarian Babi rusa dan Hutan Nantu.
Sebelum maraknya perkebunan kelapa sawit, pertambangan liar, dan perambahan hutan untuk transmigrasi, di Nantu ada tiga kubangan lain, yaitu Nooti, Moliulo, dan Abati. Tapi kini ketiganya sudah punah dan hanya tersisa Adudu saja. Cara Babi rusa di Nantu bisa dibilang unik, karena di beberapa daerah lain di Sulawesi, Babi rusa menawarkan racun dengan cara berendam di sumber air panas. Hanya di Nantu saja para Babi rusa berkumpul dan menikmati lumpur dan air bermineral Kubangan Adudu. Sejak tahun 1996, Babi rusa ditetapkan sebagai binatang berkategori langka yang dilindungi oleh The International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan The Convention on The International Trade of Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).
Mulai tahun 1999, Pemerintah Indonesia menetapkan Hutan Nantu sebagai kawasan suaka margasatwa. Lalu pada tahun 2009, status Hutan Nantu "naik pangkat" menjadi Taman Nasional. Perubahan status ini adalah hasil kerja DPRD Provinsi Gorontalo yang me-lobby kepada Departemen Kehutanan RI. Gubernur Gorontalo juga mendukung pelestarian Hutan Nantu. Kerusakan Hutan nantu akan berdampak pada
generasi yang akan datang.
Hutan Nantu adalah salah satu dari sedikit hutan di Sulawesi yang kondisinya masih utuh. Selain sebagai penyangga Daerah Aliran Sungan (DAS) Sungai Paguyaman, Nantu juga mendukung ketersediaan air dan keseimbangan ekosistem. Hutan ini juga merupakan salah satu hutan hujan terbesar di Asia Tenggara. Hutan Nantu oleh ilmuwan dan media di seluruh dunia sebagai laboratorium terbaik dan terlengkap dalam pengembangan ilmu pengetahuan satwa dan flora endemik Sulawesi.
Sebagai orang Indonesia, kita juga dapat membantu pelestarian keragaman hayati di Nantu dan Indonesia. Jangan sampai hutan kita malah dilindungi orang dari luar negeri saja.
Photos taken from: commons.wikimedia.org, gorontalotravelwisata.com, readersblog.mongabay.co.id