TripTrus.Com - Sepanjang wilayah Pantai Utara Timur dari Demak-Kudus hingga ke Jawa Timur dikenal sebagai daerah-daerah persinggahan para Walisongo untuk menyebarkan agama Islam. Tak heran, jika budaya dan sisa-sisa peninggalan sejarah Islam masih melekat di daerah tersebut.
Seperti di Kota Kudus, terdapat makam Sunan Muria dan Sunan Kudus, sebagai penyebar agama Islam yang sampai sekarang makamnya banyak dikunjungi peziarah. Dengan kehadiran dua tokoh tersebut, banyak meninggalkan kisah dan artefak kebudayaan Islam yang masih dapat dijumpai di sejumlah tempat. Salah satunya peninggalan masjid-masjid yang memiliki sejarah panjang. Berikut 5 masjid tua bersejarah di Kudus yang bisa menjadi pengingat dan bahan pelajaran generasi saat ini.
1. Masjid At Taqwa Sunan Kedu
Pada tahun 1576 M Sunan Kedu sudah berada di Kudus dan sangat gigih menyebarkan syiar Islam dan pemerintahan mengingat pada saat itu Sunan Kedu dipercaya Kesultanan Demak menjadi Tumenggung/Wedono. Tahun 1599 M, Sunan Kedu mendirikan Masjid At–Taqwa bertepatan dengan hari Jumat Pahing dengan dibantu para santri dan juga Kanjeng Sunan Kudus selama 3 minggu. Dilengkapi batu alam yang dikenal ” Watu Kenong ” khusus bermunajat dan berdoa khusus Syeih Abdul Basir. Saat ini batu tersebut berada di belakang masjid. Sebagai tempat ibadah tempat itu juga dilengkapi sumber mata air kehidupan dan sebagai tempat berwudhlu yang dinamakan “Mbelik Sumber Joyo” atau menurut masyarakat sekitar disebut Mbelik Pundung. Keberadaan Sunan Kedu akhirnya beliau wafat pada tahun 1612 M dan dimakamkan di area masjid yang terletak di sebelah Barat. Lalu di sebelah Barat dari makam beliau adalah makan Siti Nadhiroh dan Dewi Maryam yang merupakan putri beliau.
2. Masjid Sunan Muria
View this post on Instagram
Tidak banyak sumber yang menjelaskan tentang kapan Sunan Muria yang bernama asli Raden Umar Said ini lahir dan membangun masjidnya tersebut, karena di antara para Walisongo. Sunan Muria adalah wali yang paling sedikit penjelesan biografinya dalam catatan sejarah. Masjid ini diperkirakan dibangun pada masa hidup Sunan Muria yaitu sekira abad ke-15 hingga 16 M. Masjid menjadi simbol dakwah Sunan Muria di lereng Gunung Muria, dalam mendakwahkan Islam kepada masyarakat sekitar yang pada waktu itu banyak yang memeluk Hindu dan Budha. Pemilihan Gunung Muria sendiri disebut sebagai salah satu bagian dari identitas dan sifat Sunan Muria, yang tidak suka dengan popularitas, sehingga beliau memilih berdakwah di lereng Gunung Muria. Masjid yang menjadi salah satu situs penting sejarah Islam di Indonesia ini, berada di ketinggian 1.600 meter. Masjid ini telah dipugar beberapa kali, sehingga sudah tidak terlihat sebagai bangunan tua dan asli. Hanya beberapa bagian saja yang masih nampak asli sampai sekarang.
3. Masjid Wali Jepang (Al Makmur)
View this post on Instagram
Dahulu Desa Jepang adalah sebuah rawa yang besar, di rawa itu Aryo Penangsang sering menambatkan perahunya, setelah menempuh perjalanan dari Kadipaten Jipang (sekarang wilayah Kabupaten Blora) untuk menuju Pondok Pesantren Sunan Kudus untuk menimba ilmu agama. Sunan Kudus yang mengetahui kebiasaan dari muridnya tersebut, membuat Sunan Kudus iba dan kemudian mendirikan sebuah Masjid di lokasi itu, sebagai tempat ibadah dan istirahat sang murid. Proses pembangunan Masjid yang dilakukan Sunan Kudus, akhirnya dilanjutkan oleh Aryo Penagsang sekitar abada ke-16 M. Selanjutnya, Masjid yang dikerjakan guru dan murid itu diberi nama Masjid Wali karena memiliki Soko Papat (terbuat dari kayu utuh) seperti masjid-masjid yang dibangun oleh para wali. Selain itu, masjid Wali Al Makmur ini memiliki gapura seperti Masjid Menara Kudus. Berdasarkan prasasti yang ada, pemberian imbuhan nama Al Makmur oleh seorang Ulama dari Desa Karangmalang, yang benama Sayyid Dloro Ali pada tahun 1917 M.
[Baca juga : "5 Masjid Tertua Dan Bersejarah Di Kudus - Part 1"]
4. Masjid Jami' Manarul Huda
Masjid Jami’ Manarul Huda adalah masjid tertua yang berdiri di Dukuh Baran-Kiringan Desa Samirejo Dawe. Sebuah warisan nenek moyang yang dibangun pada masa hidup Mbah Kyai Abdullah ‘Asyiq bin Abdussyakur atau lebih akrab masyarakat menyebutnya dengan julukan ‘Mbah Kyai Udan Panas’. Beliau diyakini sebagai orang pertama yang singgah di Desa Baran, pada waktu itu Beliua 'babat alas' tak kenal lelah walau saat teriknya panas matahari dan hujan sekalipun Beliau tetap tegar demi misinya menyebarkan agama islam diwilayah tersebut. Masjid Manarul Huda sendiri mempunyai icon menara yang khas tampak seperti bangunan kuno menyerupai menara pada Masjid Menara Kudus. Masjid ini berkali-kali mengalami pemugaran,dimana renovasi terahir dilakukan pada tahun 1993-1994 yang dicanangkan oleh KH. A. Musa Maulani MA dan diresmikan pada tahun 1995. Masjid ini mempunyai management yang cukup solid dan mengalami kemajuan pesat di era moderen ini.
5. Masjid Baitul Azis Hadiwarno
Desa Hadiwarno memiliki cagar budaya berupa masjid peninggalan Walisongo yaitu Masjid Baitul Aziz. Kebaradaan Masjid ini menjadi bukti akan perjalan dakwah Walisongo dalam mensyiarkan agama Islam di tanah Jawa. Masjid tersebut dibangun pada abad ke-16 M zaman wali, terbuat dari batu bata merah kuno dengan luas bangunannya yaitu 150m persegi. Masjid ini termasuk peninggalan masa sunan Kudus ketika beliau sedang berada di Kudus. Pada masjid ini terdapat Gapuro Padurekso dengan panjang 3 m, lebar 176 cm, dan tinggi 270 cm. Ditengah gapuro terdapat pintu jati dan bagian atas pintu terukir Tri Sula Naga, Tri Sula Naga merupakan bahasa Sansekerta, dimana Tri berarti tiga, Sula berarti enam dan Naga berarti delapan atau secara keseluruhan diartikan sebagai tahun 836 Hijriah dalam kalender Islam. Gaya bangunan Padurekso merupakan campuran dari dua kebudayaan yaitu antara Hindu dan Islam. Arsitekturnya seperti Masjid Agung Demak, dimana tiap penyangga terdiri dari 4 soko dilandasi dengan umpak batu. (Sumber: Artikel isknews.com, alif.id, irmamadagroup.wordpress.com, hadiwarnokudus.blogspot.com Foto betanews.id)